Indonesia English
Senin, 09 September 2024 |
Politik

POTENSI SENGKETA PEMILU DAN DI MAHKAMAH KONSTITUSI PADA PEMILU 2024

Senin, 19 Februari 2024 16:28:27 wib - Komentar
Dr. Noor Fajar Al Arif, SH, MH (Dosen Fakultas Hukum Untirta) Oleh : Dr. r FaNoojar Al Arif, SH, MH (Dosen Fakultas Hukum Untirta)

 

 

Oleh : Dr. Noor Fajar Al Arif, SH, MH (Dosen Fakultas Hukum Untirta)

Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal penyelesaian sengketa hasil pemilu merupakan Kewenangan khusus yang sejalan dengan iklim demokratisasi yang terus dibangun di Indonesia. Kewenangan ini, selain menciptakan kekuatan penyeimbang antar organ negara, juga memberikan peluang bagi masyarakat yang haknya dilanggar dalam pemilu dan yang ingin mencari keadilan dalam iklim politik yang demokratis ini melalui Mahkamah Konstitusi. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dlam hal menyelesaikan sengketa pemilu menurut berfungsi Henry W. Ehrmann bertujuan : pertama untuk menyeimbangkan fungsi daya pemisahan antara pemerintahan, parlemen, dan yudikatif, kedua pilihan bebas dari alternatif jauh lebih penting untuk partisipasi substansial masyarakat. Dengan kata lain keberadaan Mahhkamah Konsitusi memberikan kontribusi positif bagi sistem politik demokrasi, sehingga dalam sistem politik demokratis di negara mana pun tidak boleh mengabaikan kedua prinsip tersebut.

Secara prinsip apapun hasil dari pemilu, maka secara pendekatan politik hasil pemilu akan cenderung menyebabkan ketidakstabilan. Pasti akan ada ketidak puasan dan upaya hukum perlawanan untuk mengajukan gugatan sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Kondisi ini tentu saja akan berpotensi menimbulkan konflik dan ketidakadilan, disinilah peran Mahkamah Konstitusi menjadi penting dalam penyelesaian sengketa pemilu, peran ini dapat diartikan sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam mengaktualisasikan pemilu demokratis yang sesuai prinsip internasional dari Inter Parliamentary Union dalam konferensi di Paris, 1994.

Dalam konteks pemilu maka peran Mahkamah Konstitusi selain bertindak sebagai pengawal konstitusi juga adalah sebagai pengawal demokrasi. Kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pemilu yang dimandatkan oleh konstitusi mencerminkan bahwa MK adalah pengawal demokrasi. Oleh karena itu dalam menjalankan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa Pemilu, Mahkamah Konstitusi menerapkan mekanisme peradilan cepat atau speedy trial, yakni Dimana sengketa perselisihan hasil Pemilukada bersifat cepat dan sederhana, sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat. Dalam proses persidangan yang sangat singkat ini hakim konstitusi dituntut untuk menilai seluruh alat bukti

 

yang diajukan dalam persidangan. Pemeriksaan alat bukti ini menjadi hal yang sangat krusial, karena dari alat bukti ini inilah Mahkamah Konstitusi dapat menjatuhkan putusan.

Putusan Mahkamah Konstitusi atas dua penggolongan berdasarkan nilai bobot pelanggarannya, yakni pertama pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif, kedua pelanggaran yang bersifat sporadis telah menjadikan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tunggal yang mampu memutuskan perkara hasil Pemilukada. Dalam beberapa kasus Mahkamah Konstitusi juga memperlihatkan superioritasnya dalam kewenangan ini dengan langsung menetapkan kewenangan bagi salah satu pasangan calon jika dalam persidangan salah satu sangan calon lainnya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif.

Kedepannya guna memperbaiki sistem pemilu dan menghindari adanya gugatan sengketa hasil pemilu baik pemilukada, DPD dan Presiden/wakil presiden maka dapat dilakukan perbaikan berkaitan dengan : pertama perlu adanya kajian tentang seluruh Peraturan KPU dan Keputusan KPU di wilayah yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan Posisi yang demokratis dan partisipatif. Kedua : pelaksanaan Tahapan Pemilu, anggota KPU dan jajarannya tetap memegang teguh nilai-nilai demokrasi dan azas Penyelenggara Pemilu yang baik, hal ini mencegah kadanya kecurangan dan potensi gugatan hasil pemilu. Ketiga : apabila hasil Pemilu ke depan digugat oleh Pasangan Calon yang kalah ke Mahkamah Konstitusi maka dalam proses persidangan, KPU harus mampu menampilkan alat bukti dan saksi yang kuat, sehingga dalil yang dimohonkan Pemohon dapat dijawab dengan baik.

KOMENTAR DISQUS :

Top